Belajar tentang Ciri Tembang Macapat dan Watak Tembang Macapat
Bagi masyarakat suku Jawa, tembang macapat
adalah sebuah lagu tradisional yang sangat populer. Lagu tradisional yang lebih
dikenal dengan sebutan tembang macapat ini banyak dilestarikan hingga kini di
berbagai sekolah formal. Tak heran kalau pengetahuan mengenai tembang macapat
ini masih dipahami oleh banyak masyarakat suku Jawa hingga masa kini.
Pengetahuan akan tembang macapat ini tentu
sangatlah berharga untuk menimbulkan rasa cinta terhadap warisan budaya bangsa
yang luhur ini. Untuk Itu, mengenal dan mempelajari aneka warisan budaya ini
adalah hal yang berharga.
Apa itu tembang macapat?
Yang dimaksud dengan tembang macapat merupakan sebuah bentuk
ungkapan yang dilagukan dan dipaparkan dalam sebuah ‘pada’ atau paragraf.
Tembang macapat ini memang sering dimafaatkan sebagai bentuk penyampaian
nasehat – nasehat positif secara halus melalui seni.
Apa saja jenis – jenis tembang macapat?
Tembang macapat sendiri masih dibagi – bagi ke dalam 11
jenis atau 11 kelompok lagu. Kesebelas tembang
macapat tersebut terdiri dari :
4. tembang Sinom,
5. tembang Asmarandana,
6. tembang Gambuh,
7. tembang Dandanggula,
8. tembang Durma,
9. tembang Pangkur,
10. tembang Megatruh,
11. tembang Pocung.
Apa saja ciri – ciri tembang macapat?
Kaidah ini sebetulnya juga merupakan ciri
tembang macapat. Dimana pada masing – masing tembang macapat, terdapat
ketentuan yang harus dipenuhi pada tiap baid atau dalam bahasa Jawa disebut
‘saben sa pada’.
Secara umum, ciri – ciri dari tembang
macapat ada tiga hal, yakni :
1. Tembang Macapat terikat pada kaidah (kaiket dening wewaton (guru)), yang meliputi guru gatra, guru
wilangan dan guru lagu, dengan keterangan sebagai berikut :
a. Guru gatra adalah ketentuan jumlah baris
dalam satu bait (cacahing gatra/ larik
saben sapada).
b. Guru wilangan adalah ketentuan jumlah
suku kata dalam satu baris (cacahing
wanda saben sagatra)
c. Guru lagu adalah jatuhnya nada vokal
terakhir pada tiap baris atau larik (tibaning
swara ing saben pungkasane gatra)
Sebagai
contoh, semisal pada tembang maskumambang, kaidah baku yang ada adalah :
12i - 6a - 8i – 8a ; yang artinya :
Pada
tembang maskumambang terdapat :
guru gatra
4, yakni ada 4 baris per bait.
guru
wilangan 12 – 6 – 8 – 8. Yakni terdapat 12 suku kata pada baris pertama, 6 suku
kata pada baris kedua, 8 suku kata pada baris ketiga, dan 8 suku kata pada
baris keempat.
guru
lagu i – a – i –a, yakni vokal pada baris pertama berupa vokal ‘i', pada baris kedua
jatuh pada vokal ‘a’, di baris ketiga jatuh pada vokal ‘i', dan pada baris keempat
jatuh pada vokal ‘a’.
Jadi,
salah satu contoh ragam tembang maskumambang adalah :
Kelek-kelek
biyung sira aneng ngendi (12 i)
Enggal
tulungana (6 a)
Awakku
kecemplung warih (8 i)
Gulagepan
wus meh pejah (8 a)
Selain
itu, tembang macapat maskumambang juga bisa menggunakan seperti lirik berikut :
Nadyan
silih bapa biyung kaki nini (12 i)
Sadulur
myang sanak (6 a)
Kalamun
muruk tan becik (8 i)
Nora
pantes yen den nuta (8 a)
2. Tembang macapat dirangkai dengan menggunakan bahasa jawa gaya
baru dan disisipi juga dengan bahasa jawa kuno (Basane Jawa anyar, diseseli basa Jawa kuna (kawi)).
3. Tembang Macapat isinya adalah tentang nasehat, sopan
santun, dongeng, cerita wayang, dan sejenisnya (Isine bab pitutur, kasusilan, dongeng, kaprajan wayang, lsp). Isi
dari tembang macapat ini bisa bersifat fleksibel, bahkan bisa untuk
mengungkapkan rasa. Asalkan, tentu untuk tujuan yang positif.